Sumber gambar di sini |
Itulah sebabnya, banyak orangtua dari anak batita yang belum bisa berbicara, merasa kuatir jika anak mereka ternyata menderita autisme. Di sisi lain, orang tua dari anak-anak usia sekolah yang mengalami kesulitan bersosialisasi juga sering disarankan oleh guru atau orang tua lain, untuk memeriksakan anak mereka karena mungkin saja agak “autis”.
Para pembaca, kata autis itu tidak tepat. Yang benar adalah autisme. Penderita autisme memiliki kesulitan untuk memahami arti mimik muka atau air muka, perasaan, dan juga bahasa tubuh orang lain. Mereka tidak tertarik untuk menatap mata, membuka pembicaraan, apalagi bergurau dengan orang lain. Karena keterbatasan dalam minat dan kemampuan berkomunikasi itulah mereka sering menyendiri, terlambat bicara, mengganggu orang lain, marah karena keinginannya tidak terpenuhi, bahkan hiperaktif. Kita perlu berhati-hati, karena banyak anak cerdas istimewa (gifted) yang di masa kecilnya juga tampak tidak tertarik dengan teman sebayanya, dan terlambat bicara.
Selama anak masih mau tersenyum ketika kita mengajak tersenyum, melambaikan tangan ketika berpisah, dan dapat diajak bergurau, maka kita tidak perlu kuatir anak tersebut mengalami gangguan autisme. Jika anak tidak pernah bereaksi ketika kita mengajak bermain (Jawa: dililing), sebaiknya mulai merasa curiga. Jangan ragu-ragu untuk mencari informasi di internet, namun berhati-hatilah dalam memilih situs yang dapat dipercaya. Salah satu situs yang dapat diandalkan adalah milik pemerintah amerika serikat, yaitu National Institute of Mental Health (NIMH). Bisa di klik di sini.