Jul 18, 2012

Indonesia

All of life is a coming home. Salesman, secretaries,....all of us. All the restless hearts
of the world, all trying to find a way home.
(Patch Adams)

sumber gambar di sini
Rangkaian kata dari kalimat di atas adalah pembuka sebuah film yang inspiratif “PATCH ADAM”. Film yang diproduksi pada tahun 1998 dan ditayangkan perdana pada tanggal 25 Desember di Amerika Serikat dan Kanada ini diangkat dari kisah nyata Dr. Hunter “Patch” Adam dan buku yang berjudul Gesundheit: Good Health is a Laughing Matter buah karya Adams dan Maureen Mylander. Diperankan secara apik oleh aktor kawakan dan berkualitas, Robin Williams, film ini telah memberikan satu noktah pemahaman secara pribadi kepada saya mengenai RUMAH.

             Rumah, dari rahimnya akan lahir begitu banyak jawaban dan pemaknaan. Ada yang mengatakan rumah sebagai tempat tinggal, bangunan atau gedung tempat berlindung, tempat berbagi dengan yang lain, kampung halaman, dan seterusnya. Nah, terkait dengan pemaknaan rumah sebagai kampung halaman (tempat dilahirkan dan dibesarkan) saya berada dalam posisi yang cukup sulit untuk menjelaskan. Tidak hanya sekali saya ditanyakan oleh orang lain tentang kampung halaman saya (aslinya dari mana?). Mulanya saya menjawab seperti ini, “ saya dilahirkan di Dompu (Nusa Tenggara Barat), dan sejak kelas 2 SD hingga lulus SMP saya tinggal di Bima, selepas itu saya pindah lagi ke Dompu hingga lulus SMA. Setelah itu saya kuliah di Malang, sempat bekerja di Mojokerto selama 1 tahun seusai lulus kuliah, lalu pada tahun 2001 melanjutkan kuliah S2 di UKSW dan pada akhirnya hingga sekarang bekerja dan berdomisili bersama istri dan anak tercinta di Kota Salatiga”. Jawaban yang panjang (itupun kalau jawaban tersebut tepat sebagai sebuah jawaban bagi pertanyaan di atas).
Berdasarkan pengalaman, saya berupaya mencari formula jawaban yang tepat (setidaknya dalam anggapan saya) dan singkat. Dan, akhirnya saya temukan. INDONESIA. Itu jawaban saya. Jawaban ini tidak ujug-ujug muncul. Panjang ceritanya. Tapi secara singkat, jawaban itu merupakan perasan atau perahan pemahaman saya terhadap kuliah yang disampaikan oleh dua orang dosen saya, yaitu Prof. John Titaley dan Dr. Soegeng Hardiyanto. Dari mereka berdua, paling tidak,  pemahaman saya terhadap Indonesia yang bibitnya sudah tersemai sejak saya beraktivitas di GMKI semakin matang. Dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik dan cerdas dari seorang istri, yang juga cerdas dan cantik, yang dalam darahnya mengalir dua entitas daerah yang berbeda, Tanah Karo dan D.I Yogyakarta, serta bekerja dan berinteraksi di Universitas Kristen Satya Wacana yang warganya majemuk sehingga dikenal sebagai INDONESIA MINI, membuat saya semakin berpikir tentang Indonesia sebagai jawaban yang definitif dari pertanyaan tentang asal dan rumah.
Sejenak saya berpaling keluar Salatiga, miris dan sedih ketika melihat dan menemukan hiruk pikuk orang-orang yang secara terang-terangan (maupun terselubung) bersuara lantang menantang (atau berbisik) mempersoalkan INDONESIA. Parahnya, nahkoda negara ini seperti tidak bertaji untuk menunjukkan sikap yang tegas atas kasak-kusuk itu. Impaknya, kalangan akar rumput-rakyat-gontok-gontokan seraya nyambi berjuang mempertahankan hidup yang kian susah. Rakyat susah untuk membangun rumah ibadah, rakyat perlu mendapat pengamanan dari pihak keamanan ketika merayakan hari raya keagamaannya (heran saya, ini kok dibanggakan...logikanya adalah sedianya rakyat bebas beribadah dengan rasa aman TANPA ada Polisi atau Tentara yang menjaga), rakyat menjadi sasaran tembak dari pihak keamanan, harga kebutuhan pokok tetap..NAIK dan MAHAL, lapangan kerja yang sempit, korupsi menggila......(silahkan tambahkan sendiri..).
Inikah rumah saya dan anda? Adakah INDONESIA menjadi rumah kita? Adakah INDONESIA membuat kita bangga? Masih adakah keberanian untuk bersikap tegas seperti yang pernah dipraktekkan oleh Presiden Soekarno ketika menantang PBB dan negara serumpun (yang sekarang semakin berani dan terang-terangan mencaplok budaya INDONESIA untuk di-akunya sebagai budayanya)? Bagi saya pribadi, INDONESIA tetap dan akan selalu menjadi rumah saya, dari Acheh hingga Merauke adalah rumah saya. Tempat yang telah menjadi titik berangkat perjalanan dan akan menjadi akhir perjalanan saya kelak. INDONESIA adalah tempat yang di dalamnya saya menjadi sebagai manusia.

Yulius Y. Ranimpi, M.Si, Psikolog



0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons